Thursday, September 25, 2008

selokanku sayang...

saya ingat betul, jika melewati belakang pintu lima hingga empat kawasan industri batamindo, mukakuning, pas hari hujan, bersiap-siap saja spot jantung. kalau mesin kendaraan tidak mlepek ya paling terkena cipratan ketika roda kendaraan lain melintas. tak heran, sepanjang jalan berderet sepeda motor berhenti karena tak mampu melawan kekuatan air yang menggenang.

kondisi ini tak separah sebelumnya, kira-kira setahun lalu ketika sejumlah buruh mengerjakan semenisasi selokan di salah satu sisi badan jalan, kalau dari mukakuning ke pancur sebelah kiri. lumayan sih, genangan air tak setinggi dulu. kecipratan air kotor lebih mendingan sih ketimbang sudah kecipratan air kotor eh mesin kendaraan mati pula. jika saja kondisi jalan di kawasan ini semulus jalanan nagoya atau jodoh mungkin tak perlu khawatir. nah, yang ini beda. salah sedikit berkendara, roda bisa terjebak dalam lobang yang jumlahnya tak sedikit. ah, janganlah menebak lobang jalan dibalik genangan air.

meskipun perbaikan selokan tadi bukan proyek besar, diakui atau tidak membantu menyelematkan perjalanan. sayang, belum genap setahun (atau kalau menurut hitungan saya paling lama juga setahun) selokan tadi tak lagi dihiasi aliran air tetapi bongkahan-bongkahan semenisasi sebelumnya. entah semennya tak sesuai aturan atau memang ya begitulah kekuatan air, selokan itu kini rusak lagi.

penasaran? lanjut....

rezeki rumah liar

nama sebenarnya saya tak tahu, hanya saja saya biasa memanggilnya mbak. baru seminggu ia berjualan di tepi jalan kecil, jalan tanah yang berdebu saat panas dan becek dan menelan berapa banyak pengendara sepeda motor terjatuh. jalan masuk dari depan pasar pancur hingga pancur tower. bukan jalan jelek itu yang ingin saya tulis di sini. bosan, anda juga tahu itu, kan?

kata si mbak tadi, ia sengaja memilih lokasi itu untuk berjualan. kebetulan rumah yang sekarang digunakannya untuk kedai kuecil-kuecilan itu dijual penghuni lamanya. rumah liar sih, dindingnya tambalan tripleks, atapnya seng, harga jualnya tiga jutaan (yuk bisnis rumah liar, masih laku lho). beberapa hari lalu, saat blusukan ke kampung-kampung (heran ya, hobi kok nyusup-nyusup ke kampung, apa memang seperti ini kebiasaan orang yang juga lahir di kampung?) saya sempat ngobrol-ngobrol dengan mbak pemilik kedai.

saya: kok jualan di tempat sepi begini, mbak?
mbak: itulah mas, nggak tahu enaknya berjualan di kawasan ruli.
saya: memangnya sehari dapat berapa?
mbak: sehari saya dapat duit minimal tiga ratus ribu, padahal belajanya cuma berapa sih.
saya: (tak bertanya dulu, cuma bengong mendengar jawaban si mbak. lihatlah, jualannya paling mahal juga seribu per item, kecuali rokok, itu juga kalau beli sebungkus. terus teras rumahnya tak akan cukup bila lima pembeli datang sekaligus. barang dagangan ditaruh seenaknya, ada yang digantungkan di paku yang nonjol-nonjol di dinding, atau kayu penyangga atap rumah)
mbak: (tak berkata juga, hanya tertawa agak keras. memang si mbak suka tertawa?
saya: siapa saja yang beli, mbak?
mbak: itulah mas, jangan anggap orang di ruli itu tak punya duit. rata-rata bekerja di pt, kalau meraka tak mengambil rumah bisa jadi karena tak ingin selamanya tinggal di batam. mas mungkin tak akan percaya, di warung saya yang satu lagi, ya sekecil ini (busyet, berapa warung nih orang) saat malam 17-an hampir mendapatkan satu juta rupiah. memang ngitung duitnya sampai mata pedas karena kebanyakan ribuan, sudah lecek lagi.

begitulah rezeki rumah liar. semula saya kira pemilik warung ya pemilik rumah, padahal tak selamanya begitu. dari si mbak tadi saya juga tahu, banyak orang-orang mengincar kawasan rumah liar untuk sekadar menyewa rumah warga dan mendirikan warung kecil. lha kalau hasilnya seperti ini, saya juga mau, ah...

penasaran? lanjut....

Wednesday, September 24, 2008

berbuka bersama atau kemping

senin (22/9) petang, masjid raya batam ramai. tanya sana-tanya sini, terjawab pertanyaan itu. ooo, rupanya yang berdatangan para guru, dari tk - sma se-kota batam. kalau semua hadir, jelas ribuan. acaranya: berbuka puasa bersama, hasil kerja sama pgri dengan dinas pendidikan kota batam. samar-samar, aku yang duduk santai di ruang sekretariat lantai dasar mendengar wali kota batam memberikan kata sambutan. saya bersyukur, rupanya masih terjalin keakraban antar guru dan instansi dan organisasi yang menaunginya.

azan maghrib berkumandang. tak berapa lama, sejumlah wanita mendatangi sekretariat dan bertanya masih adakah nasi. muncul pertanyaan lagi, apa nasi berbuka puasa yang disediakan panitia tak cukup atau? tanya sana tanya sini, terjawab lagi pertanyaan itu. ooo, rupanya guru harus membawa bekal sendiri-sendiri. kontan saya dan teman-teman yang saat itu menunggu sholat maghrib saling berkomentar.

seorang pengurus masjid yang ada di pintu keluar menuju areal parkir nyeletuk: berbuka puasa atau kemping, nih. tawa langsung meledak. lalu terdengar gendu rasa (baca pembicaraan santai) beberapa guru menjelang acara bubar. intinya, apakah tidak lebih baik acara seperti ini dikoordinasikan terlebih dahulu. ya bisa dengan cara menyurati semua sekolah, menarik iuran berapa butuhnya, lalu panitia yang mengurus acara tersebut. artinya: menua berbuka puasa sama jenisnya.

saya bertanya kepada anda, sederhana saja. anda bersama rekan-rekan guru begitu membuka bekal dari rumah masing-masing begitu bernafsu melihat nasi putih, secuil sambal (karena cabe lumayan mahal) dengan lauk ala kadarnya. sementara di samping anda guru-guru membuka nasi kotak yang dipesan dari sebuah restoran terkenal. dan saya menyaksikan sendiri, karyawan sebuah rumah makan mengantarkan menu berbuka puasa yang dipesan oleh sebuah sekolah.

seandainya menu dipesan sekolah masing-masing, saya rasa tetap ada perbedaan bentuk dan gizinya. soalnya ada sekolah yang harus tersengal-sengal menghidupi biaya operasionalnya, sementara tak sedikit sekolah yang tak perlu meikirkan biaya biaya yang harus dikeluarkan untuk acara berbuka puasa seperti itu.

ah, pak guru, bu guru...

penasaran? lanjut....

Monday, September 22, 2008

tarawih yang terpenggal

seorang perempuan muda tergesa-gesa meninggalkan masjid di komplek perumahanku, semalam. padahal tarawih belum selesai. rupanya si perempuan merasa diomongin jamaah perempuan lain. di dekat kedai, si perempuan berhenti sebentar. dan terjadilah dialog seperti berikut ini, dengan seorang perempuan lain yang tengah berbelanja. kebetulan aku membeli dua linting rokok.

perempuan 1: rupanya masjid sekarang menjadi tempat menuding.
perempuan 2: maksud mbak? ada yang ngomongin saya ya karena absen beberapa hari di masjid?
perempuan 1: bukan mbak yang diomongin, tetapi saya yang ditanya.
perempuan 2: soal apa?
perempuan 1: saya tak tahu namanya, cuma sewaktu menyelesaikan delapan rakaat dan mau berdiri dia bertanya kepada saya. nanyanya begini: mbak rumahnya di mana sih? kok jarang terlihat tarawih di sini? tarawih di masjid raya, ya?
perempuuan 2: tersenyum.
perempuan 1: apa kalau saya sholat selalu di samping dia? apa saya juga harus menjelaskan bahwa saya baru saja mendapatkan halangan?
perempuan 2: mbak membalas pertanyaan ibu itu?
perempuan 1: tidak. buat apa mbak, nanti hati saya malah jengkel. malah sia-sia kedatangan saya ke masjid. saya pulang saja, karena saya juga manusia, takut tersinggung lalu muncul masalah. nggak enak, soal masjid raya saja kok ada buntutnya.
perempuan 2: bagus begitu, mbak.

bukan cuma aku, bude pemilik kedai juga ikut mendengarkan percakapan singkat dua perempaun tadi. namun ia tak berkomentar, ia lebih suka melayani pembeli yang datang. aku belakangan menyerahkan uang untuk dua batang rokok putih yang diberikannya.

tiba di rumah, kurebahkan badan di ruang depan. suara imam masjid memimpin sholat tarawih masih terdengar. kuisap asap rokokku dalam-dalam, sambil merenung. betapa susahnya mendapatkan keihlasan, ketulusan, keinginan untuk bersama, satu rasa, satu tujuan, meski di tempat beribadah. aku tak bisa memberikan penekanan siapa yang kurang sabar untuk kasus ini. apakah si ibu yang menegur kurang menyadari apa yang diucapkan bisa menimbulkan sakit hati, atau si perempuan muda yang terlalu merasakan apa yang disindirkan kepadanya.

penasaran? lanjut....

Friday, September 19, 2008

jodoh boulevard

kabar itu begitu santer, jodoh bakal memiliki taman yang bisa dimanfaatkan warga untuk bersantai. dengan areal memanjang dari depan bca hingga samping hotel panorama regency, dipastikan mampu menampung banyak warga. beratap langit, jalan-jalan yang dikeramik, tempat duduk nan rapi. kabarnya dulu, bangunan ini kelar 2007.

bagaimana wajahmu jodoh? tak puas rasanya menemukan jawaban dari tetangga kanan kiri. paling menyenangkan datang ke sana, melihat langsung jodoh boulevard. sampailah ke lokasi. sejenak bernostalgia di pasar tanjung pantun. kabarnya juga tempat ini pernah menjadi favorit karyawan pt mukakuning setiap kali habis gajian. datang ke pasar bawa gaji, pulang ke dormitori bawa barang elektronika. maklum, dulu batam masih memiliki umk tertinggi di batam. sekarang? auh ah gelap he he he.

jodoh boulevard, nasibmu. pembangunan yang tak kunjung kelar. jika menyenangkan mungkin pepohonan sudah mulai tumbuh, sebagai tanda suatu saat pepohonan itu akan mengurangi panasnya hati dan suasana pasar. seonggok sampah berserakan di kawasan jodoh boulevard, keranjangnya terguling, memuntahkan sampah keluar dari mulutnya. dua bocah bermain gerobak kayu, lepas dari pengataman ibunya yang tengah menunggu dagangan di lapak kaki lima. seorang gadis kecil berseragam sekolah duduk di sebuah tempat duduk, tepat di belakang tong sampah yang terbuka tutupnya. sampah basah dan beberapa kotak plastik bekas makanan nongol di dalamnya. tak ada senyuman dari bibirnya.

aku tak tahu apakah pembangunan yang saat ini berlangsung mencapai separohnya, atau malah hampir rampung? yang jelas bagiku jodoh boulevard ya belum (baca tak) ada istimewanya, selain dana yang dikeluarkan untuk pembangunannya. pejalan kaki hilir mudik, tak mencoba membayangkan alangkah indahnya jodoh boulevard itu.

penasaran? lanjut....

yang damai, yang terusik

mengingat empat lima tahun silam, siang itu kularikan sepeda motor ke masjid yang terletak di atas bukit senyum. dulu, inilah masjid yang selalu kusapa paling tidak seminggu sekali, saat jumat. alhamdulillah, semakin besar saja masjid itu. sayang, sepertinya tak seramai dulu. padahal udaranya sejuk, angin tak berhenti berbisik.

sejenak aku rebahan di lantai masjid. di bawah kubah berdiameter belasan meter. lantai yang dingin, menyatu dengan kulit tubuh yang baru saja dihinggapi hawa panas setelah setengah hari keliling jodoh nagoya untuk mencari inspirasi dan rezeki. ingin sebenarnya aku hanya rebahan, mengenang masa lalu. namun kantuk menyerangku hingga membuatku tertidur dalam ketenangan. nyaris tak terdengar deru mesin kendaraan. pulasa sekali. bangun-bangun ketika gema suara azan terdengar. aaaah, malas rasanya bangun. tetapi tak boleh, dan aku mengambil air wudhu. salat jamaah bersama. hening, tenang, damai.

kupakai sepatuku, menyusuri bagian depan masjid. tak pernah aku lihat sebelumnya, belasan monyet bermain-main di trotoar. beberapa ekor bergelantungan di pepohonan. pikirku, mereka ikut menikmati kedamaian suasana masjid. iseng aku dekati binatang-binatang itu. ups, tak seramah yang aku sangka. ketika aku coba menenangkannya dengan bunyi apa saja dari mulut, mereka justru semakin garang. untung ada seorang jamaah buru-buru berteriak, "mas, binatang itu liar. keluar dari hutan karena habitatnya tak ada lagi, habis dibabat untuk proyek."

kini aku tahu, bukannya mereka ramah ketika mencoba mendekati manusia. tak ada jalan lain. dan sebuah pemandangan membuatku merenung, ketika bayi monyet mengorek-ngorek abu bekas pembakaran. ia mencoba mencari makanan di tumpukan abu tadi. sekitar dua menit ia mengorek, dan akhirnya tak ketemu juga makanan itu. sebegitu susahkah ia mendapatkan makanan di hutan sehingga lupa dalam debu tak akan ada makanan monyet.

penasaran? lanjut....

Monday, September 15, 2008

segelas kacang ijo pembatal puasa

sekian tahun puasa ramadhan di batam, akhirnya kesampaian juga merasakan berbuka puasa di masjid raya batam, batam center. namanya juga manusia, berada di masjid terbesar di kota industri ini, yang terbayangkan adalah kolak, es buah, air putih, nasi kotak dengan menu lauk terserah pilihan saya. ha ha ha, belum terdengar azan maghrib kok sudah membayangkan pengisi perut itu.

duduk bersila di koridor lantai bawah masjid, berkumpul dengan seratus lebih warga yang ingin berbuka puasa, rasanya menyenangkan. penuh keakraban. ada penyemir sepatu, ada penjual koran, ada buruh bangunan dan ada juga yang masih berpakaian necis. mungkin karyawan swasta yang harus ngelembur tetapi rumah makan jauh dari kantornya, atau bisa juga ia tak ingin berbuka puasa sendiri, ingin ramai-ramai. wong masjid milik umat, siapa saja memang boleh berbuka puasa di sini.

semakin mendekati azan maghrib, satu per satu makanan pembuka puasa dikeluarkan. pengurus masjid hanya menyodorkannya kepada warga yang duduk dekat pintu, lalu makanan tadi dilangsir dari tangan ke tangan. setelah ceramah, akhirnya kami berbuka puasa. alhamdulillah juga, meski hanya dengan segelas kacang ijo, akhirnya saya berbuka puasa.

temanku berbisik, kok hanya kacang ijo, ya? rupanya terdengar pengurus masjid yang kebetulan duduk dekat kami. "donaturnya terbatas, mas. bisa saja sore ini kita berbuka puasa lengkap, tetapi tak ada jaminan besok hari bisa berbuka puasa lagi meski dengan segelas bubur kacang ijo," kata pengurus tadi. mendengar jawaban tadi, kami pun kembali menyendoki bubur ke mulut, alhamdulillah....

penasaran? lanjut....

ya beginilah template pemberian | Elque 2007