Friday, July 27, 2007

maaf, ini urusan perut

batam masih menyisakan kesemrawutan, entah itu pembangunan ruli oleh warga maupun tempat berjualan. berulang kali penggusuran, berulang kali juga dibangun kembali. tetapi mau apa lagi, semuanya bermuara di perut. seperti berita yang saya ambil dari koran posmetro edisi Jumat (27/7) di bawah ini.

BALOI, METRO: Penggusuran yang dilakukan Tim Terpadu terhadap puluhan rumah liar (Ruli) dan kios liar di Baloi Kolam, Kamis (26/7) pagi, tak berjalan mulus. Puluhan warga pemilik Ruli dan Kili itu ngamuk.

Akibatnya, bentrok antar warga dengan tim terpadu tak terelakkan. Beruntang tak ada korban dalam bentrok itu. Sorot mata Cecep, salah seorang pemiki Ruli, tampak kosong menatap bangunan yang sudah rata dengan tanah.

Ya. Rumah Cecep yang sudah berdiri sejak tiga tahun lalu itu, baru saja dibongkar paksa oleh tim terpadu. Puluhan warga lain juga terlihat sama. Menatap kosong rumah mereka yang jug rata dengan tanah.

Sekitar pukul 09.00 WIB, eksekusi terhadap puluhan Ruli dan Kios yang berada tepat di pinggir jalan protokol dari Lubukbaja menuju arah Seraya, dilaksanakan. Tim terpadu yang terdiri dari Satpol PP, Ditpam Otorita Batam (OB), kepolisian, TNI dan lainnya, itu sudah memulai merobohkan seluruh bangunan yang ada di pinggiran jalan itu.
Awalnya, tak ada protes atau perlawanan dari warga. Sekitar setengah jam berjalan, tiba-tiba warga protes. Penolakan terhadap penggusuran itu dilakukan para pemilik Ruli dan Kili. Mendapat perlawanan warga, tim terpadu tak bergeming.

Pembongkaran puluhan Ruli dan Kili terus dilakukan. Bentrok tak bisa dielakkan. Cecep, salah satu pemilik Ruli akhirnya diamankan jajaran polisi Polsekta Lubukbaja. Ayah dua anak itu disinyalir sebagai provokator aksi protes warga itu. “Saya ini membela hak. Kok malah dituduh provokator,” tukas pria berkumis itu.

Pria yang mengaku sudah tiga tahun tinggal di lokasi itu, sebenarnya menghormati keputusan pemerintah yang melakukan penggusuran di lokasi tersebut. “Memang sudah ada surat peringatan. Iya kami hormati itu (penggusuran),” tukas Cecep.

Warga, menurut Cecep, lebih mempersoalkan kompensasi yang tak mereka dapatkan. “Kami sudah lama tinggal di sini. Kalau mau menggusur kenapa tidak dari dulu? Mestinya kalau tak ada kavling pengganti, kami harus dapat sagu hati dong untuk persiapan kami hidup kan,” tukasnya yang dibenarkan beberapa warga lain.

Kekecewaan warga ternyata tidak hanya tertuju tim terpadu. DPRD Kota Batam, dinilai warga sebagai lembaga yang sudah tak menyuarakan aspirasi dan hak mereka. “Kami sudah demo ke DPRD (Kota Batam) dua kali. Katanya (anggota dewan) mau dihearing. Kenyataannya, belum juga dihearing, rumah kami sudah dibongkar,” Cecep, kecewa.

Kekesalan Cecep tak hanya karena rumahnya dibongkar paksa. Tapi, lantaran penggusuran itu juga, istrinya yang baru hamil delapan bulan harus melahirkan anaknya yang kedua sebelum saatnya keluar. “Istri saya shok. Jadi ketubannya pecah sebelum saatnya. Untung selamat (istri dan anak),” ungkap Cecep, sedih.

Kini, puluhan warga korban penggusuran hanya bisa meratapi rumah yang sudah roboh. Sisa puing bangunan rumah berupa kayu mereka pilih. Mereka hanya bisa berharap ada lahan pengganti rumahnya hingga kayu bekas rumah mereka bisa digunakan lagi. “Entah mau dibuat apa ini (kayu-kayu). Kami bingung mau kemana,” ujar warga lain dengan kepala menunduk dan menghisap rokok dalam-dalam. (for)

No comments:

ya beginilah template pemberian | Elque 2007