Friday, April 25, 2008

rudi hadi suwarno berkebun di batam

rudi hadi suwarno, ah nama yang begitu familiar. koran mana yang tak pernah menuliskan namanya, televisi mana yang tak pernah menyorot wajah dan kehidupannya. perusahaannya kini meraksasa, sementara bisnis salonnya terus berkibar. tetapi siapa sangka sang rudi hadi suwarno juga kebingungan untuk mengongkosi sekolah anaknya?

ketika bersalaman, ia menyebutkan nama = rudi hadi suwarno. aku ragu-ragu, kembali ia mengatakan kata-kata yang sama. satu nama namun beda nasib, pikirku. rudi yang satu ini hanyalah seorang penjaga taman makam pahlawan di batam. 10 tahun lebih hidupnya diabdikan untuk merawat tempat ini dengan satu modal yang aku yakin apakah aku juga memilikinya atau tidak ... ihlas. sebulan, lelaki berkulit gelap ini mendapatkan rp500 ribu dari dinas sosial kota batam. hanya itu, tak lebih tetapi kadang berkurang. soalnya kalau ada pahlawan yang harus dikuburkan, ia harus mengeluarkan rp300 ribu untuk penggali kubur. sisanya rp200 ribu, untuk mencukupi kebutuhan selama sebulan. rp200 ribu di batam selama sebulan?

"saya ihlas kok mas menjalani pekerjaan ini" begitu jawabnya. rudi ihlas karena ia menganggap jasad pahlawan yang dikuburkannya adalah orang yang sudah berkorban untuk negaranya. ah, sebuah pemikiran yang sederhana, yang sudah tak berlaku lagi untuk kebanyakan orang indonesa (karena begitu susah menyebut indonesia).

dengan gaji itu, rudi harus meninggalkan istrinya di kampung halamannya, purbalingga, banyumas, jawa tengah. kalau ada sisa uang, tentu sang istri dapat kiriman. kalau tak ada ya bagaimana lagi. toh seorang rudi tetap tangguh. setiap hari bersama dua pegawai yang tentu saja digaji ia membersihkan lokasi taman yang luasnya cukup untuk dua kali lapangan bola standar.

ketika kebutuhan terus menuntut dan gaji tak ada buntut (baca lebih), akhirnya pak rudi memberanikan diri membuka kebun di sebidang tanah sempit di areal taman makam pahlawan. ditanaminya sayuran yang cepat panen.

begitulah pak rudi yang aku jumpai dua bulan lalu.

kemarin aku kembali bertemu. ah, pak rudi masih seperti dulu. tetapi aku tahu ia tengah bersedih. tempat tinggalnya, bangunan yang semula ditempatinya di sudut taman makam yang dirawatnya kini sudah berubah fungsi. ada spanduk besar "kantor urusan agama kecamatan..." saat masih ditempati pak rudi, aku ingat hanya ada sebuah meja televisi. perabotan lainnya tak ada. rupanya kesederhanaan hidup itu belum cukup bagi para penguasa, rumah itu pun menjadi kantor nikah.

aku tak mau bertanya sekarang tinggal dimana dia. aku tinggalkan pak rudi yang menatapku hingga menghilang di belokan jalan.

No comments:

ya beginilah template pemberian | Elque 2007