Tuesday, April 28, 2009

mengapa aku tak ingin menjadi guru?

sudah dua pagi ini aku mengantar istri menjemput soal ujian nasional untuk pelajar di sekolah tempatnya bekerja, pada jam yang biasanya masih aku gunakan untuk tidur. atau kembali tidur sehabis sholat subuh. ah, aku tak ingin menjadi guru. ada banyak alasan yang kuketahui pasti:

pertama, mau ujian nasional saja harus bangun lebih pagi. mengapa soal-soal itu tidak disimpan saja di sekolah masing-masing. ditaruh di laci kepala sekolah pun jadi. apakah sekolah kini menjadi tempat paling tidak aman untuk menyimpan soal ujian negara yang di sampulnya tercantum tulisan: rahasia negara?

kedua, kalau aku menjadi guru bidang studi, sudah pasti menjelang ujian nasional yang harus kuingat adalah membantu mendongkrak nilai murid-muridku sesuai mata pelajaran yang kuampu.

ketiga, kalau aku kepala sekolah sudah pasti yang kupikirkan kelangsungan sekolah yang dipercayakan aku pimpin. paling tidak kirim sms kepada guru-guru untuk membantu murid mempermudah mendapatkan nilai untuk memuluskan kelulusan mereka.

keempat, kalau aku kepala dinas pasti tingkat kelulusan ujian nasional tak bisa kuanggap enteng. dengan anggaran pendidikan yang lumayan wah, pasti aku malu jika kabupatan atau kotaku mendapatkan posisi rendah untuk tingkat kelulusan siswa dalam ujian nasional tahun ini.

kelima, haruskah aku mengimbangi insentif yang diberikan provinsi dan kota dengan bekerja lebih keras? kalau jawabannya tidak, pasti anda, terutama anda yang saat ini memiliki anak-anak yang tengah bersekolah akan mengutukku menjadi batu. kalau toh jawabanku ya, meski kerja keras yang aku maksudkan adalah membantu menyelesaikan soal-soal ujian nasional untuk murid-muridku, aku yakin anda pun akan tetap menjawab: harus! pertanyaan sederhana, maukah anak anda tak lulus hanya gara-gara tak bisa mengerjakan ujian nasional? lalu anak anda harus ikut ujian paket? apalagi jika anak anda bersekolah di sekolah favorit.

keenam, kebanggan yang tampak bagi sekolah-sekolah (maaf, tentu tidak sekolah seperti ini. tetapi aku percaya jumlahnya terlalu sedikit dibandingkan yang ya) adalah memasang spanduk di jalan-jalan menjelang penerimaan murid baru. kalimat yang harus kupesan di percetakan atau sablon: sekolah anu menerima pendaftaran murid baru tahun pelajaran sekian sampai sekian. lulus ujian nasional 100 persen.

ketujuh, nilai standar kelulusan setiap tahun ditingkatkan hingga suatu saat nanti muncul angka 7. tahun ini masih berkisar kepala 5 koma sekian. sebuah momok yang menakutkan bagi sekolah-sekolah, apalagi yang statusnya masih swasta.

alasan terakhir, karena saya bukan lulusan kependidikan. dan juga aku tidak mengantongi akta empat sebagai syarat bagi sarjana non kependidikan yang ingin menjadi guru. padahal di batam sangat mudah mendapatkan akta empat. tak perlu waktu setahun seperti di provinsi lain. mungkin enam bulan sudah cukup. soal praktik mengajar di kelas, ah kan bisa kupelajari langsung nanti. soal kualitas mengajarku, itu urusan ke sekian. lagipula dari teman-temanku yang mengambil akta empat di sebuah perguruan tinggi di batam, jurusan apa saja bisa kok mengambil akta empat. enak, kan?

sebetulnya, menjadi guru itu enak. hanya saja aku masih terlalu bodoh untuk membiarkan tingkat kelulusan murid-muridku sesuai kemampuan mereka masing-masing. standar kelulusan yang semakin tinggi setiap tahun akan membuatku semakin pintar membantu murid-muridku mengerjakan soal ujian negara. kejadian tahun lalu di sumatra utara, guru-guru asyik mengerjakan soal ujian murid-muridnya lantas digrebek polisi tak akan mampu menyurutkan niat. kalau tak bisa terang-terangan ya sembunyi-sembunyi.

aku masih saja merasa kasihan melihat murid-murid yang saat ujian nasional kubantu mengatrol nilainya ternyata saat pendidikan di tingkat selanjutnya ia tak mampu bersaing dengan rekan-rekannya yang dulu lulus berkat kerja kerasnya sendiri.

aku berharap suatu hari nanti hasil ujian nasional di batam dan kabupaten/kota lainnya di provinsi Kepri benar-benar murni. bukankah anda yang seumuran aku saat ini pernah juga khawatir saat menghadapi ujian nasional waktu itu? sudah seyogyanya kalau aku nanti bicara kepada anakku: ayah pernah juga menjadi murid smp atau sma, tahu bagaimana menghadapi ujian nasional meski saat itu belum ada angka standar kelulusan seperti belakangan ini. kelulusanmu ada di tanganmu. bukan gurumu atau kepala sekolahmu.

percayakah anda, tulisanku ini semakin memperkuat posisiku untuk ditolak menjadi seorang guru di daerah ini?

No comments:

ya beginilah template pemberian | Elque 2007