Friday, February 8, 2008

nurani dan jeruji besi

membaca sebuah koran lokal, pada sampul depan terpampang seorang wanita dengan rambut dikucir satu. bajunya hitam, lumayan ketat. celana jins bitu tua membalut daging pinggul, paha dan kakinya. hm, lumayan ketat juga. belum membaca judul, aku sudah membatin, ah perempuan nakal lagi. pasti korban pemukulan lelaki yang membokingnya, atau mami yang ditangkap polisi karena ketagihan berjualan keperawanan gadis-gadis dusun.

ternyata aku salah. dia bukan perempuan yang doyan mempermainkan lelaki hanya untuk mengeruk duitnya, bukan pula mami yang matanya sangat awas meski tanpa kacamata saat melirik perawan-perawan kampung, bukan... pokoknya bukan. aku tahu itu setelah membaca judul dengan tulisan warna merah tua "tak mau jadi lonte, pilih nyolong hape". bukan cuma aku, semua asti setuju pencuri layak masuk penjara. namun kalimat pertama judul yang membuatku mengernyitkan dahi.

kubaca halaman dalam. yabeginilahbatam, ketika nurani sudah luntur. adalah sang kawan dekat yang mengajak perempuan di sampul koran tadi yang mengajak ke batam. tentu bibir sang kawan tampak manis meski tanpa polesan gincu. bayangkan saja begini, anda tinggal dengan orangtua yang sakit-sakitan. anda adalah tulang punggung. tetapi apa yang dapat anda lakukan di kampung menghadapi himpitan ekonomi? salahkah anda mengiyakan ajakan kawan anda untuk berangkat ke batam? siapa sih tak kenal batam? lihatlah di koran-koran, televisi dan media lain, pembangunan yang begitu cepat. entah mengapa, justru sang kawan berbibir merah dan kalimat rayuan nan menggoda jarang mendapatkan tempat di kolom media.

tiba di batam si perempuan tadi memang diberi seragam. ajakan sang kawan sesampai di batam akan bekerja sebagai pelayan restoran adalah kebohongan. bukan seragam pelayan, namun sepotong rok mini setinggi paha dan baju yang sangat pintar mengikuti lekuk tubuh perempuan yang mengenakannya. sadar adalah keterlambatan, begitu yang tak pernah dijadikan pelajaran banyak manusia di bumi ini. untuk menebus kesalahan masuk ke "restoran" tadi, si perempuan dalam sampul koran harus mengganti rp100 ribu per hari selama setengah tahun. bisa anda hitung berapa jumlah keseluruhannya?

nurani subyek yang sedang kita bicarakan berontak. kepada lelaki yang ingin membokingnya ia selalu mengatakan sedang datang bulan. sehari, dua hari, hingga seminggu akhirnya ia menggunakan akal. kalau lebih seminggu, bukan lagi datang bulan tetapi akal-akalan. suatu siang, "restoran" sepi, si perawan dusun kabur. lapar, dingin, tanpa kawan, tanpa saudara (padahal kita semua bersaudara, cuma belum kenal saja, bukan?).

dua alena lagi berita di koran yang saya baca habis. perawan kampung kita mencuri handphone karena ingin pulang kampung. mencuri untuk menyelamatkan keperawanan dan meninggalkan pulau nan maju ini. perjuangan yang harus dibayar mahal. kini si wanita dijebloskan ke penjara. aku tahu, orang mencuri itu harus dihukum. tetapi tak adakah penghargaan untuk upaya mempertahankan apa yang dirasa paling berharga pada dirinya? bukankah ia tak datang ke pulau ini sengaja untuk menjadi pecundang bagi keluarganya? seperti mereka yang rajin mengirimkan wesel ke kampungnya tanpa pernah diketahui ibunya apa yang tengah dikerjakan anak perempuannya di batam.

jemariku kelu mengetikkan kata-kata lagi. hari-hari si perempuan kampung pasti sunyi. sanggupkah ia mengiringi lagu puluhan jeruji di malam hari?

No comments:

ya beginilah template pemberian | Elque 2007