Monday, March 23, 2009

susahnya menjadi manusia

saya baru bisa memaknai gambar monyet yang terpampang di kaca belakang sebuah minibus karyawan yang kerap melintas di mukakuning. sudah hampir lima bulan saya tak melihatnya lagi karena sejak tiga bulan lalu saya pindah tugas di tanjungpinang. di bawah gambar yang dibuat dengan sistem airbrush itu, jelas tertulis kalimat susahnya menjadi manusia. benarkah manusia itu susah?

beberapa hari lalu saya membaca koran nasional terbitan batam. pada halaman interaksi untuk warga ditanyakan gundukan material yang ada di tepi jalan di tanjungpiayu. isinya pengirim surat ke redaksi protes, harusnya benda itu tak ada karena dirasa menggangu nyamannya perjalanan.

kemarin saya pulang, setelah dua minggu bekerja di tanjungpinang. dua minggu sebelumnya, saya tahu kalau jalan raya dari mukakuning sampai tanjungpiayu tengah diperbaiki. meski kemarin belum rampung sampai ujung jalan, di pancur, tetapi saya sendiri bersyukur. jalan yang dulu rusak parah, dengan lobang sebesar kubangan kerbau di beberapa titik berganti dengan aspal hotmix. naik taksi kombat dari simpang panbil, perjalanan terasa nyaman. jadi lebih tenang juga berdesak-desakan di taksi karena tak lagi bergoyang-goyang. sebelumnya, setiap melewati lobang, badan taksi yang umurnya entah sudah berapa belas atau malah puluh tahun ikut berjoget. kalau ruang gerak penumpang luas sih tak apa-apa, kenyataannya siku tangan kita mau bergerak bebas saja takut. jangan-jangan nyenggol sesuatu milik karyawati perusahaan yang menjadi pelanggan setia taksi-taksi kombat tadi.

saya tidak membela jawaban pegawai humas pemko batam yang meminta warga sabar dengan gundukan material tadi. saat berlangsungnya perbaikan, memang belum semua dirapikan.

itulah manusia. diberi enak masih kurang enak, diberi nyaman masih kurang nyaman. saya teringat kelimat bijak yang kerap dipetuahkan kepada saya sewaktu masih ngaji di kampung: diwenehi ati ngrogoh rempelo (artinya sudah diberi hati minta lagi ampela). kalau nanti jalan itu selesai, saya pikir warga tanjungpiayu bersyukur sekian lama terjebak dalam kemacetan setiap kali hujan turun. mereka yang memilih kendaraan berharga tinggi juga tak akan bisa berbuat banyak, karena pengguna jalan lain juga memilih jalan. yang di belakangnya ya ngekor saja, itu pun kadang-kadang masih terperosok lobang.

yang pasti, jalan mulus yang tengah diselesaikan bisa membuat warga hemat waktu. kalau semuanya dijadikan masalah saya rasa banyak. mau tahu contohnya? mengapa hanya satu ruas saja dibangun, kalau dua kan lebih baik? saya berani taruhan, tanya saja setiap warga tanjungpiayu, memilih satu ruas jalan atau dua biar perjalanan lebih tenang?

atau jangan-jangan gambar monyet di minibus sebagai sebuah gambaran nyata monyet-monyet yang kini kehabisan tempat tinggal? kalau sekarang ada monyet bergelantungan di pepohonan tepi jalan, pasti bukan karena ingin beramah tamah dengan manusia. sejujurnya mereka bingung mau mencari makan dan tinggal di mana lagi. hutan nan lebat dibabat jadi perumahan. pepohonan juga harus dicabut ketika manusia hendak membuat jalan raya. sudah jadi jalan tanah, inginnya jalan aspal. aspal rusak inginnya diperbaiki. begitu proses perbaikan berlangsung, masih saja protes.

memang susah menerima apa yang ada pada saat ini, memang susah menjadi manusia.

No comments:

ya beginilah template pemberian | Elque 2007