Tuesday, April 28, 2009

seperti tersangka?

pekaksanaan ujian nasional hari pertama yang dimulai senin kemarin dikeluhkan oleh siswa. pasalnya, pengawasannya dinilai terlalu ketat dibandingkan tahun lalu. begitu yang kubaca dari batam pos, koran nasional terbitan batam.

saking ketatnya, kata seorang siswa yang diwawancarai wartawan koran tersebut mengatakan bukan seperti seperti pelajar yang tengah menghadapi ujian nasional, melainkan tersangka kasus kriminal. ’’Tulis aja Pak, kasihan adik-adik SMP kalau sampai mengalami pengawasan seperti kami. Memangnya kami ini penjahat sampai diawasi seperti itu, bergerak sedikit saja matanya (pengawas, red) melotot terus terusan. Bikin gak konsen aja. Ketat sih ketat tapi apa sih susahnya senyum,’’ ungkap seorang pelajar.

untuk pengawasan ujian, selain oleh pengawas yang berasal dari guru sekolah lainnya atau pengawasan silang, ujian nasional ini juga diawasi oleh pengawas independen. Setiap sekolah ada satu pengawas independen. sedangkan jumlah sekolah yang digunakan untuk melaksanakan ujian ini sekitar 26 sekolah setara smp.

hm, semoga ujian nasional kali ini membawa perubahan. aku ingat seorang kawan bernama muhammad dali, pengurus dewan pendidikan kabupaten lingga yang lebih setuju tingkat kelulusan murni. tanpa katrolan guru atau pengawas. "biar semuanya introspeksi diri. orangtua siswa senantiasa memantau perkembangan sekolah anaknya, pun demikian sebaliknya dengan murid-murid dan guru serta sekolah sebagai tempat menuntut ilmu," katanya waktu itu.

penasaran? lanjut....

mengapa aku tak ingin menjadi guru?

sudah dua pagi ini aku mengantar istri menjemput soal ujian nasional untuk pelajar di sekolah tempatnya bekerja, pada jam yang biasanya masih aku gunakan untuk tidur. atau kembali tidur sehabis sholat subuh. ah, aku tak ingin menjadi guru. ada banyak alasan yang kuketahui pasti:

pertama, mau ujian nasional saja harus bangun lebih pagi. mengapa soal-soal itu tidak disimpan saja di sekolah masing-masing. ditaruh di laci kepala sekolah pun jadi. apakah sekolah kini menjadi tempat paling tidak aman untuk menyimpan soal ujian negara yang di sampulnya tercantum tulisan: rahasia negara?

kedua, kalau aku menjadi guru bidang studi, sudah pasti menjelang ujian nasional yang harus kuingat adalah membantu mendongkrak nilai murid-muridku sesuai mata pelajaran yang kuampu.

ketiga, kalau aku kepala sekolah sudah pasti yang kupikirkan kelangsungan sekolah yang dipercayakan aku pimpin. paling tidak kirim sms kepada guru-guru untuk membantu murid mempermudah mendapatkan nilai untuk memuluskan kelulusan mereka.

keempat, kalau aku kepala dinas pasti tingkat kelulusan ujian nasional tak bisa kuanggap enteng. dengan anggaran pendidikan yang lumayan wah, pasti aku malu jika kabupatan atau kotaku mendapatkan posisi rendah untuk tingkat kelulusan siswa dalam ujian nasional tahun ini.

kelima, haruskah aku mengimbangi insentif yang diberikan provinsi dan kota dengan bekerja lebih keras? kalau jawabannya tidak, pasti anda, terutama anda yang saat ini memiliki anak-anak yang tengah bersekolah akan mengutukku menjadi batu. kalau toh jawabanku ya, meski kerja keras yang aku maksudkan adalah membantu menyelesaikan soal-soal ujian nasional untuk murid-muridku, aku yakin anda pun akan tetap menjawab: harus! pertanyaan sederhana, maukah anak anda tak lulus hanya gara-gara tak bisa mengerjakan ujian nasional? lalu anak anda harus ikut ujian paket? apalagi jika anak anda bersekolah di sekolah favorit.

keenam, kebanggan yang tampak bagi sekolah-sekolah (maaf, tentu tidak sekolah seperti ini. tetapi aku percaya jumlahnya terlalu sedikit dibandingkan yang ya) adalah memasang spanduk di jalan-jalan menjelang penerimaan murid baru. kalimat yang harus kupesan di percetakan atau sablon: sekolah anu menerima pendaftaran murid baru tahun pelajaran sekian sampai sekian. lulus ujian nasional 100 persen.

ketujuh, nilai standar kelulusan setiap tahun ditingkatkan hingga suatu saat nanti muncul angka 7. tahun ini masih berkisar kepala 5 koma sekian. sebuah momok yang menakutkan bagi sekolah-sekolah, apalagi yang statusnya masih swasta.

alasan terakhir, karena saya bukan lulusan kependidikan. dan juga aku tidak mengantongi akta empat sebagai syarat bagi sarjana non kependidikan yang ingin menjadi guru. padahal di batam sangat mudah mendapatkan akta empat. tak perlu waktu setahun seperti di provinsi lain. mungkin enam bulan sudah cukup. soal praktik mengajar di kelas, ah kan bisa kupelajari langsung nanti. soal kualitas mengajarku, itu urusan ke sekian. lagipula dari teman-temanku yang mengambil akta empat di sebuah perguruan tinggi di batam, jurusan apa saja bisa kok mengambil akta empat. enak, kan?

sebetulnya, menjadi guru itu enak. hanya saja aku masih terlalu bodoh untuk membiarkan tingkat kelulusan murid-muridku sesuai kemampuan mereka masing-masing. standar kelulusan yang semakin tinggi setiap tahun akan membuatku semakin pintar membantu murid-muridku mengerjakan soal ujian negara. kejadian tahun lalu di sumatra utara, guru-guru asyik mengerjakan soal ujian murid-muridnya lantas digrebek polisi tak akan mampu menyurutkan niat. kalau tak bisa terang-terangan ya sembunyi-sembunyi.

aku masih saja merasa kasihan melihat murid-murid yang saat ujian nasional kubantu mengatrol nilainya ternyata saat pendidikan di tingkat selanjutnya ia tak mampu bersaing dengan rekan-rekannya yang dulu lulus berkat kerja kerasnya sendiri.

aku berharap suatu hari nanti hasil ujian nasional di batam dan kabupaten/kota lainnya di provinsi Kepri benar-benar murni. bukankah anda yang seumuran aku saat ini pernah juga khawatir saat menghadapi ujian nasional waktu itu? sudah seyogyanya kalau aku nanti bicara kepada anakku: ayah pernah juga menjadi murid smp atau sma, tahu bagaimana menghadapi ujian nasional meski saat itu belum ada angka standar kelulusan seperti belakangan ini. kelulusanmu ada di tanganmu. bukan gurumu atau kepala sekolahmu.

percayakah anda, tulisanku ini semakin memperkuat posisiku untuk ditolak menjadi seorang guru di daerah ini?

penasaran? lanjut....

dulu ayah baik...

minggu ini aku pulang lagi ke batam, setelah seminggu menemani kawan-kawan sekantor di tanjungpinang. ada kerinduan tersendiri setiap kali menginjakkan kaki di pulau berbentuk kalajengking ini. kerinduan untuk keluarga, khususnya.

kemarin, kuajak anakku ke pelita, menjumpai kawan lama. ia minta aku datang ke tempatnya, bahkan saat aku masih di pinang. bicara apa saja. siangnya, kira-kira pukul satu kami pulang lagi. sesampai di simpang kabil, mengarah perjalanan ke mukakuning tiba-tiba anakku yang dua bulan lagi masuk sekolah dasar berkata: dulu ayah baik, lho.

reflek aku pelankan kendaraan, mencoba mendalami apa yang diucapkannya barusan. wawancara ayah anak pun berlangsung. tak semudah melakukan wawancara dengan sumber-sumber berita lain, karena kali ini tokohnya seorang bocah. anak sendiri. akhirnya aku tahu, dulu, sebelum aku tugas kerja di kabupaten lingga dan pulau bintan, akulah orang yang setiap hari mengantar jemput sekolahnya di tk athtoriq tanjungpiayu.

sepanjang jalan dari rumah sampai sekolahnya, memang terdapat sd dan smp. kadang saat mengantar atau menjemputnya, ada saja beberapa pelajar yang melambaikan tangannya. itu tanda, sama saja dengan pertanyaan: bolahkah kami menumpang? biasanya, kalau searah aku minta mereka naik. dan anakku rupanya masih ingat itu. kemarin siang, aku memang melihat beberapa pelajar menunggu metrotrans di halte simpang kabil. anakku tahu sebenarnya aku masih bisa membawa satu atau dua pelajar tadi, namun tidak kulakukan. aku hanyut dalam keceriaan bersenda-gurau bersamanya.

sungguh, seminggu sekali menjumpainya, kadang ada yang terlupa tentang kami. tentang apa yang pernah kuajarkan kepadanya, tentang janji yang senantiasa diingatkan lewat ponsel ibunya jika sabtu sore aku pulang ke batam, tentang jam sekolahnya yang sebulan sekali masuk siang, selebihnya pagi.

ayah lupa, hanya itu jawaban yang aku berikan atas sentilannya, sentilan bocah...

penasaran? lanjut....

ya beginilah template pemberian | Elque 2007